JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Suasana ruang sidang Soebekti 2 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendadak riuh pada Senin (20/10/2025). Sejumlah perempuan berkerudung putih bermotif bunga serentak bersorak dan meneriakkan yel-yel saat hakim memutuskan menunda jalannya sidang gugatan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Mundur terus, mundur terus! Minggu depan, minggu depan!” begitu teriakan yang menggema di dalam ruang sidang. Suasana sempat menjadi gaduh, namun majelis hakim tidak memberikan teguran. Para perempuan itu diketahui merupakan pendukung Subhan Palal, pihak yang menggugat keabsahan ijazah SMA Gibran. Mereka kerap hadir dalam setiap persidangan sejak gugatan itu dilayangkan.
Sidang yang seharusnya berlanjut ke tahap berikutnya terpaksa ditunda setelah Subhan menyampaikan keberatan atas penambahan kuasa hukum oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Tergugat II. Menurutnya, langkah itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
“Kalau KPU sudah menunjuk kuasa hukum, sementara menambah lagi kejaksaan sebagai kuasa, itu tidak sah secara hukum acara. Yang lama harus dicabut dulu,” ujar Subhan di depan majelis.
Keberatan tersebut membuat hakim memutuskan menunda sidang hingga pekan depan. Begitu palu diketuk, sebagian emak-emak kembali bersorak—kali ini sebagai tanda ketidakpuasan.
Gugatan yang diajukan Subhan bukanlah perkara ringan. Ia menggugat Gibran secara pribadi, bukan dalam kapasitasnya sebagai wakil presiden. Dalam berkas perkara bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, Subhan semula menuntut ganti rugi Rp125 triliun. Namun, belakangan ia menegaskan tidak lagi mengejar uang, melainkan “pembuktian moral” atas dugaan kejanggalan ijazah SMA Gibran yang disebutnya tidak sah digunakan saat pencalonan wapres.
Sebelumnya, proses mediasi antara Subhan dengan pihak Gibran dan KPU telah berlangsung tiga kali, namun semuanya gagal menemukan titik temu. Subhan sempat mengajukan proposal damai dengan dua syarat: Gibran dan jajaran KPU meminta maaf secara terbuka dan mundur dari jabatan. Permintaan itu ditolak, sehingga perkara berlanjut ke pokok gugatan.
Sidang lanjutan dijadwalkan kembali pada pekan depan dengan agenda penetapan hari sidang dan pembacaan jawaban dari tergugat. Setelah itu, perkara akan memasuki tahapan replik, duplik, hingga pembuktian.
“Di tahap pembuktian nanti semuanya akan terbuka. Kami ingin transparan soal dokumen dan fakta hukum,” kata Subhan sebelum meninggalkan ruang sidang, diikuti sorakan semangat dari kelompok emak-emak pendukungnya.
Gugatan ini menjadi salah satu perkara publik yang menarik perhatian karena menyentuh aspek legalitas pendidikan seorang pejabat tinggi negara. Meski belum ada keputusan, dinamika di ruang sidang menggambarkan tingginya tensi politik dan emosi yang menyertai jalannya proses hukum tersebut. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.