Tiga Orang Jadi Tersangka Tambang Pasir Ilegal di Lereng Merapi, Kerusakan Capai 312 Hektare

3 hours ago 1
Ilustrasi penambangan pasir | freepik

MAGELANG, JOGLOSEMARNEWS.COM Kasus penambangan pasir ilegal di kawasan konservasi lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, akhirnya menjerat tiga orang tersangka. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri menetapkan mereka sebagai pelaku utama yang berperan dalam aktivitas tambang tanpa izin yang merusak lingkungan.

Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Moh Irhamni, menyebut ketiga tersangka itu berinisial AP, WW, dan DA. Ketiganya memiliki peran berbeda dalam jaringan tambang liar tersebut. Dua di antaranya berstatus pemodal sekaligus pemilik alat berat, sedangkan satu lainnya adalah pemilik lahan dan armada depo pasir.

“Total ada tiga orang yang sudah kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Irhamni di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Menurut penyidik, AP diketahui mengoperasikan dua unit ekskavator untuk menggali pasir di kawasan konservasi, sementara WW memiliki empat alat serupa dan ikut menikmati hasil penjualan pasir. Keduanya dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba karena melakukan penambangan tanpa izin resmi.

Adapun DA, sebagai pemilik lahan sekaligus pengelola depo, dijerat Pasal 161 undang-undang yang sama karena turut menampung dan menjual hasil tambang ilegal.

Pasal 161 UU Minerba sendiri mengatur sanksi bagi siapa pun yang menampung, memanfaatkan, mengangkut, atau menjual hasil tambang tanpa izin resmi dari pemerintah. Ketentuan itu dimaksudkan untuk menjamin legalitas, serta mencegah praktik tambang liar yang merugikan negara dan merusak lingkungan.

Kerusakan Lahan Capai 312 Hektare

Penambangan liar di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), terutama di alur Sungai Batang, Kecamatan Srumbung, terbukti meninggalkan kerusakan lingkungan yang luas. Berdasarkan pemantauan udara menggunakan drone pada Oktober 2025, luas area rusak mencapai 312,497 hektare — terdiri atas 251,47 hektare di Resort Srumbung dan 61,027 hektare di Resort Dukun.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), Muhammad Wahyudi, menyebutkan pihaknya segera melakukan pemulihan ekosistem di wilayah terdampak. “Kami sudah menyiapkan langkah rehabilitasi. Tahun ini kami akan mulai penanaman di area sekitar 50 hektare di Blok Sentong, Kecamatan Dukun,” ujarnya.

Menurutnya, Blok Sentong merupakan bekas tambang yang telah ditinggalkan karena dianggap tidak lagi menguntungkan secara ekonomi. Kondisi lahan kini dipenuhi lubang-lubang galian dan bongkahan tanah yang mengganggu aliran air bersih warga.

“Pasir di situ sudah tidak ekonomis, jadi ditinggalkan begitu saja. Tapi tanah longsor dan lumpurnya justru mencemari sumber air masyarakat di bawah,” terangnya.

Untuk mempercepat proses pemulihan, BTNGM akan melibatkan warga sekitar agar mereka ikut menjaga hasil rehabilitasi. “Kami sudah berkoordinasi dengan masyarakat. Mereka akan dilibatkan dalam kegiatan penanaman,” katanya.

Nilai Transaksi Capai Rp3 Triliun

Sebelumnya, Bareskrim Polri menggerebek lokasi tambang pasir ilegal di kawasan Srumbung, Kabupaten Magelang, pada Sabtu (1/11/2025). Nilai transaksi aktivitas tambang tanpa izin itu ditaksir mencapai Rp3 triliun.

“Bisa dibayangkan, Rp3 triliun uang beredar tanpa pajak dan tanpa kewajiban pada negara,” ujar Irhamni.

Penelusuran menunjukkan, kerusakan paling parah terjadi di sepanjang jalur antara Kalibata, Mori, hingga Kaliputih, seluruhnya berada di kawasan konservasi Merapi. Dari total 6.607 hektare wilayah TNGM, sekitar 312 hektare di antaranya telah mengalami degradasi akibat tambang ilegal. [*]  Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|