MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia Direktorat Tata Ruang, Perkotaan, Pertahanan dan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Utara, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Capaian, Isu, dan Strategi Pembangunan Berketahanan Bencana dan Iklim Berkelanjutan” di Kantor BPBD Sumatera Utara.
Kegiatan ini menjadi wadah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat strategi penanganan bencana akibat perubahan iklim, khususnya fenomena slow-onset seperti kekeringan, abrasi pantai, kenaikan muka laut, degradasi lahan, dan kebakaran hutan/lahan.
FGD ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Irfan D Yananto SE MERE, Habibi Lubis ST MT dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumut, Sekeretaris BPBD Sumut Ir Herianto MSi, serta Dr Achmad Siddik Thoha SHut MSi, dan Shahnaz Dwi Pasha SHut yang mewakili tim peneliti dari Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana (Puska PIMB) Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Dalam paparannya, Dr Achmad Siddik Thoha SHut MSi menegaskan, fenomena slow-onset merupakan bentuk ancaman yang sering kali diabaikan karena tidak terjadi secara tiba-tiba, namun dampaknya bersifat jangka panjang dan berlapis.
Ia memaparkan hasil kajian Puska PIMB Fahutan USU yang menunjukkan adanya degradasi ekosistem di kawasan pesisir dan pegunungan yang berdampak pada menurunnya ketahanan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. “Bencana perlahan seperti abrasi, kenaikan muka iar laut dan kekeringan memerlukan pendekatan berbasis data dan riset agar strategi adaptasi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lokal,” ujarnya.
Dr Achmad Siddik Thoha menyoroti meningkatnya dampak bencana yang berkembang secara perlahan di berbagai wilayah Sumatera Utara, terutama di pesisir timur seperti Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai yang terdampak abrasi, serta kawasan sekitar Danau Toba yang mengalami deforestasi dan kebakaran hutan.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan sistem peringatan dini, restorasi ekosistem gambut dan mangrove, serta penerapan tata ruang berbasis risiko bencana sebagai langkah adaptasi jangka panjang. Salah satu contoh keberhasilan upaya adaptasi adalah restorasi mangrove di Pantai Sejarah, Batubara, yang kini berfungsi sebagai kawasan ekowisata dan edukasi lingkungan.
Kegiatan ini juga menghasilkan rekomendasi strategis sebagai bahan penyusunan “white paper” pembangunan berketahanan iklim di Indonesia. Melalui sinergi lintas sektor, diharapkan Sumatera Utara dapat memperkuat ketahanan daerah terhadap perubahan iklim sekaligus meningkatkan kesadaran untuk menghargai nilai ekonomi alam, seperti hutan dan mangrove, yang berperan penting menjaga keseimbangan lingkungan dan kehidupan masyarakat. (adz)
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia Direktorat Tata Ruang, Perkotaan, Pertahanan dan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Utara, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Capaian, Isu, dan Strategi Pembangunan Berketahanan Bencana dan Iklim Berkelanjutan” di Kantor BPBD Sumatera Utara.
Kegiatan ini menjadi wadah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat strategi penanganan bencana akibat perubahan iklim, khususnya fenomena slow-onset seperti kekeringan, abrasi pantai, kenaikan muka laut, degradasi lahan, dan kebakaran hutan/lahan.
FGD ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Irfan D Yananto SE MERE, Habibi Lubis ST MT dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumut, Sekeretaris BPBD Sumut Ir Herianto MSi, serta Dr Achmad Siddik Thoha SHut MSi, dan Shahnaz Dwi Pasha SHut yang mewakili tim peneliti dari Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana (Puska PIMB) Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Dalam paparannya, Dr Achmad Siddik Thoha SHut MSi menegaskan, fenomena slow-onset merupakan bentuk ancaman yang sering kali diabaikan karena tidak terjadi secara tiba-tiba, namun dampaknya bersifat jangka panjang dan berlapis.
Ia memaparkan hasil kajian Puska PIMB Fahutan USU yang menunjukkan adanya degradasi ekosistem di kawasan pesisir dan pegunungan yang berdampak pada menurunnya ketahanan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. “Bencana perlahan seperti abrasi, kenaikan muka iar laut dan kekeringan memerlukan pendekatan berbasis data dan riset agar strategi adaptasi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lokal,” ujarnya.
Dr Achmad Siddik Thoha menyoroti meningkatnya dampak bencana yang berkembang secara perlahan di berbagai wilayah Sumatera Utara, terutama di pesisir timur seperti Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai yang terdampak abrasi, serta kawasan sekitar Danau Toba yang mengalami deforestasi dan kebakaran hutan.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan sistem peringatan dini, restorasi ekosistem gambut dan mangrove, serta penerapan tata ruang berbasis risiko bencana sebagai langkah adaptasi jangka panjang. Salah satu contoh keberhasilan upaya adaptasi adalah restorasi mangrove di Pantai Sejarah, Batubara, yang kini berfungsi sebagai kawasan ekowisata dan edukasi lingkungan.
Kegiatan ini juga menghasilkan rekomendasi strategis sebagai bahan penyusunan “white paper” pembangunan berketahanan iklim di Indonesia. Melalui sinergi lintas sektor, diharapkan Sumatera Utara dapat memperkuat ketahanan daerah terhadap perubahan iklim sekaligus meningkatkan kesadaran untuk menghargai nilai ekonomi alam, seperti hutan dan mangrove, yang berperan penting menjaga keseimbangan lingkungan dan kehidupan masyarakat. (adz)

1 day ago
8

















































