MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ancaman banjir di Kota Medan makin nyata. Tak hanya menjadi langganan genangan saat hujan deras, Kota Medan kini menghadapi risiko lebih besar seperti bencana banjir besar yang dapat mengganggu kenyamanan hingga kelayakan hidup masyarakat di masa depan.
Hal itu ditegaskan Sekretaris Komisi D DPRD Sumatera Utara, Defri Noval Pasaribu, dalam pernyataan resminya, Rabu (15/10/2025). Ia menyuarakan keprihatinan dan kekhawatiran serius atas belum maksimalnya penanganan banjir oleh pemerintah daerah maupun lintas instansi.
“Kekhawatiran kita sangat besar. Beberapa tahun ke depan, jika tidak ditangani dengan baik, Kota Medan bisa saja mengalami situasi seperti tenggelam, karena tidak ada sistem drainase dan pengendalian air yang kuat dan terintegrasi,” ujar Defri.
Defri merinci beberapa kawasan yang menjadi titik rawan banjir, seperti Medan Polonia, Medan Helvetia, Medan Johor, Medan Sunggal, Medan Maimun, hingga Medan bagian Utara. Genangan air kerap kali terjadi dalam hitungan menit setelah hujan deras turun.
Sayangnya, menurut Defri, penanganan banjir selama ini masih dilakukan secara parsial, terbatas pada proyek saluran air kecil dan tidak menyentuh akar persoalan seperti pendangkalan sungai, buruknya drainase, serta tidak adanya sistem kolam retensi dan sumur resapan yang memadai.
“Pekerjaan tidak bisa sepotong-sepotong. Ini harus satu sistem dari hulu ke hilir. Sungainya dinormalisasi, drainasenya dibenahi, kolam penampungan dibangun. Tapi kenyataannya belum ada koordinasi lintas wilayah yang efektif,” katanya.
Salah satu persoalan utama adalah tumpang tindih kewenangan antarinstansi Pemko Medan, Pemkab Deliserdang, Pemprov Sumut, hingga Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) II di bawah Kementerian PUPR.
Defri menyebut bahwa sungai-sungai besar di Medan, seperti Sungai Deli, Babura, dan Belawan, belum mendapat perhatian maksimal dalam hal normalisasi karena alasan klasik keterbatasan anggaran dan lemahnya koordinasi.
“Kita sudah beberapa kali rapat dengar pendapat, tapi alasan yang muncul selalu soal dana. Sungai-sungai kita semakin dangkal, air tak tertampung, lalu meluap. Ini masalah utama banjir di Medan,” tegasnya.
Defri juga menyoroti bahwa sebagian wilayah Medan kerap menerima limpahan air dari Deliserdang, seperti kawasan Jalan Eka Surya – Medan Johor, yang menjadi langganan banjir akibat tak adanya drainase antarwilayah.
“Kalau drainase dari Namorambe ke Medan itu dibuat, air bisa tertampung lebih baik. Tapi karena tidak ada kerja sama lintas wilayah, air kiriman justru memperburuk situasi,” terangnya.
Ia meminta Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang untuk menghubungkan anggaran dan perencanaan, agar proyek pengendalian banjir bisa dilakukan secara terintegrasi. Sebagai solusi, Defri mendorong Pemko Medan segera membuat regulasi yang mewajibkan pembangunan sumur resapan, terutama pada izin bangunan, baik perorangan maupun pengembang (developer).
Ia menyarankan agar regulasi tersebut dimuat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Wali Kota (Perwal). “Sumur resapan wajib menjadi standar. Bukan cuma RTH, tapi pengembang juga harus bertanggung jawab terhadap lingkungan. Ini bisa ditetapkan dalam izin pembangunan,” ujarnya.
Tak hanya itu, DPRD Sumut juga meminta Pemko Medan menyediakan lahan untuk pembangunan kolam retensi di titik-titik rawan banjir sebagai penampung air hujan dalam jumlah besar.
“Kita tidak bisa terus bergantung pada drainase kecil. Kolam retensi penting sebagai penyangga air hujan saat debit tinggi,” katanya.
Namun demikian, Defri mengingatkan bahwa regulasi tanpa pengawasan akan menjadi sia-sia. Ia mendorong Dinas PUPR dan Dinas SDAMBK Kota Medan untuk tidak sekadar membuat aturan, tapi juga melakukan pengawasan berkala dan tegas kepada pengembang dan masyarakat. “Jangan nanti aturannya ada, tapi dinasnya tutup mata. Kita butuh keseriusan, bukan formalitas,” tegasnya.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat melalui gotong-royong menjaga kebersihan saluran air, serta meningkatkan kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan dari sampah dan kebiasaan buruk yang memperparah banjir.
Defri juga menegaskan bahwa penanganan banjir adalah masalah lintas daerah dan lintas instansi. Ia mendesak agar Dinas PUPR Provinsi Sumut menjadi leading sector dalam menyatukan semua pihak, termasuk BBWS, Pemko Medan, dan Pemkab Deliserdang.
“Banjir ini persoalan kolektif. Kalau semua bergerak sendiri-sendiri, solusi tidak akan datang. Kita butuh koordinasi, koneksi anggaran, dan kerja bersama,” pungkasnya. (map/ila)