JAKARTA, SUMUTPOS.COM- Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muda Pusat Tumpal Panggabean, menyatakan keprihatinannya atas peristiwa salah tangkap Ketua NasDem Sumut Iskandar ST oleh oknum kepolisian di pesawat Garuda Indonesia. Ia menilai kejadian itu menunjukkan ketidakprofesionalan aparat Polri dalam menjalankan tugas.
“Kapolda harus melakukan evaluasi dan asesmen terhadap personel yang melakukan salah tangkap tersebut. Kalau hal itu tidak dilakukan, ada indikasi Kapolda juga bagian dari ketidakprofesionalan itu,” ujar Tumpal saat memberikan keterangannya kepada Sumut Pos, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, peristiwa itu semakin memperkuat alasan ICMI Muda Pusat sejak awal meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya. Ia menilai, selama kepemimpinan Listyo Sigit, Polri mengalami banyak masalah di berbagai daerah, yang menunjukkan lemahnya kemampuan manajerial di tubuh institusi tersebut.
“Sejak Jenderal Listyo menjabat sebagai Kapolri, kami tidak melihat profesionalisme yang baik di tubuh Polri. Banyaknya masalah di berbagai daerah adalah bukti ketidakmampuan Kapolri dalam mengelola institusi secara utuh,” tegasnya.
Tumpal menilai semakin lama Kapolri tidak diganti, maka potensi munculnya berbagai masalah baru di tubuh Polri juga akan semakin besar. Ia pun meminta Presiden tidak bersikap ‘terlalu sayang’ kepada Kapolri dan segera melakukan pergantian pimpinan.
“Kapolri sudah terlalu lama menjabat. Tidak baik jika terlalu lama di posisi itu, karena bisa membangun kekuatan internal sendiri dan kepemimpinan tersendiri di tubuh Polri. Ini berbahaya bagi institusi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tumpal menilai Listyo Sigit merupakan Kapolri terlama saat ini. Ia meminta sang Kapolri untuk bersikap bijak dan tidak egois mempertahankan jabatan dengan mengorbankan citra Polri di mata publik.
“Kalau mau Polri kembali dipercaya masyarakat, perbaikan harus dimulai dari atas. Selama ini, saya tidak melihat prestasi yang membanggakan dari Kapolri Listyo Sigit. Justru yang terlihat adalah berbagai bentuk ketidakprofesionalan,” tambahnya.
Terkait kasus salah tangkap terhadap Ketua NasDem Sumut, Tumpal menyebut hal itu sebagai tindakan konyol dan tidak masuk akal. Ia menilai aparat seharusnya bisa mengenali sosok publik figur seperti Iskandar.
“Ini sangat merugikan masyarakat. Salah tangkap itu konyol. Yang ditangkap bukan orang biasa, tapi tokoh politik yang dikenal publik di Sumut. Aneh kalau polisi tidak tahu siapa Ketua NasDem,” katanya.
Ia bahkan mencurigai ada skenario politik di balik peristiwa tersebut. “Jangan-jangan ini bagian dari upaya mempermalukan NasDem di mata publik, setelah kasus Syahroni dan kawan-kawan. Bisa jadi ada operasi politik untuk mendiskreditkan partai,” duganya.
Terkait pengganti Kapolri, Tumpal menyebut masih banyak figur di tubuh Polri yang layak dan profesional. Namun ia menekankan, proses seleksi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Banyak perwira bintang dua atau bintang tiga yang masih profesional dan bersih. Proses fit and proper test harus benar-benar terbuka dan jujur. Kompolnas juga jangan hanya jadi perpanjangan tangan Polri, tapi betul-betul menjalankan fungsi pengawasan dan memberi masukan objektif,” pungkasnya. (san/adz)
JAKARTA, SUMUTPOS.COM- Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muda Pusat Tumpal Panggabean, menyatakan keprihatinannya atas peristiwa salah tangkap Ketua NasDem Sumut Iskandar ST oleh oknum kepolisian di pesawat Garuda Indonesia. Ia menilai kejadian itu menunjukkan ketidakprofesionalan aparat Polri dalam menjalankan tugas.
“Kapolda harus melakukan evaluasi dan asesmen terhadap personel yang melakukan salah tangkap tersebut. Kalau hal itu tidak dilakukan, ada indikasi Kapolda juga bagian dari ketidakprofesionalan itu,” ujar Tumpal saat memberikan keterangannya kepada Sumut Pos, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, peristiwa itu semakin memperkuat alasan ICMI Muda Pusat sejak awal meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya. Ia menilai, selama kepemimpinan Listyo Sigit, Polri mengalami banyak masalah di berbagai daerah, yang menunjukkan lemahnya kemampuan manajerial di tubuh institusi tersebut.
“Sejak Jenderal Listyo menjabat sebagai Kapolri, kami tidak melihat profesionalisme yang baik di tubuh Polri. Banyaknya masalah di berbagai daerah adalah bukti ketidakmampuan Kapolri dalam mengelola institusi secara utuh,” tegasnya.
Tumpal menilai semakin lama Kapolri tidak diganti, maka potensi munculnya berbagai masalah baru di tubuh Polri juga akan semakin besar. Ia pun meminta Presiden tidak bersikap ‘terlalu sayang’ kepada Kapolri dan segera melakukan pergantian pimpinan.
“Kapolri sudah terlalu lama menjabat. Tidak baik jika terlalu lama di posisi itu, karena bisa membangun kekuatan internal sendiri dan kepemimpinan tersendiri di tubuh Polri. Ini berbahaya bagi institusi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tumpal menilai Listyo Sigit merupakan Kapolri terlama saat ini. Ia meminta sang Kapolri untuk bersikap bijak dan tidak egois mempertahankan jabatan dengan mengorbankan citra Polri di mata publik.
“Kalau mau Polri kembali dipercaya masyarakat, perbaikan harus dimulai dari atas. Selama ini, saya tidak melihat prestasi yang membanggakan dari Kapolri Listyo Sigit. Justru yang terlihat adalah berbagai bentuk ketidakprofesionalan,” tambahnya.
Terkait kasus salah tangkap terhadap Ketua NasDem Sumut, Tumpal menyebut hal itu sebagai tindakan konyol dan tidak masuk akal. Ia menilai aparat seharusnya bisa mengenali sosok publik figur seperti Iskandar.
“Ini sangat merugikan masyarakat. Salah tangkap itu konyol. Yang ditangkap bukan orang biasa, tapi tokoh politik yang dikenal publik di Sumut. Aneh kalau polisi tidak tahu siapa Ketua NasDem,” katanya.
Ia bahkan mencurigai ada skenario politik di balik peristiwa tersebut. “Jangan-jangan ini bagian dari upaya mempermalukan NasDem di mata publik, setelah kasus Syahroni dan kawan-kawan. Bisa jadi ada operasi politik untuk mendiskreditkan partai,” duganya.
Terkait pengganti Kapolri, Tumpal menyebut masih banyak figur di tubuh Polri yang layak dan profesional. Namun ia menekankan, proses seleksi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Banyak perwira bintang dua atau bintang tiga yang masih profesional dan bersih. Proses fit and proper test harus benar-benar terbuka dan jujur. Kompolnas juga jangan hanya jadi perpanjangan tangan Polri, tapi betul-betul menjalankan fungsi pengawasan dan memberi masukan objektif,” pungkasnya. (san/adz)