SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) kembali mendapatkan gugatan soal dugaan ijazah palsu. Selaku penggugat dalam perkara ini adalah Muhammad Taufiq bersama dengan kuasa hukum yang tergabung dalam tim pengacara yang bernama TIPU UGM.
Belum lama ini Jokowi juga mendapatkan gugatan dari warga Ngoresan, Jebres, Solo bernama Aufaa Luqmana Re A (19) atas perkara wan prestasi Mobil Esemka.
“Kami gugat Pak Jokowi karena dari tim kami menemukan satu fakta. Kami menemukan teman yang seangkatan pak Jokowi itu ijazahnya bukan SMA 6 pada saat itu. Tapi SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan),” ungkap Muhammad Taufiq, ditemui di Pengadilan Negeri Surakarta, Senin, (14/04/2025).
Ditambahkan Taufiq, dirinya juga masih mengingat bahwa SMA 6 baru berdiri sekitar tahun 1986.
“Artinya ketika orang lulus dibawah tahun 1986, ijazahnya adalah SMPP. Tidak mungkin ijazahnya SMA 6. Karena sampai tahun 1986, SMA Negerinya masih 5,” sambung Taufiq.
Selain menggugat Jokowi dan SMA Negeri 6, Taufiq bersama kuasa hukumnya juga menggugat KPU Surakarta, dan Universitas Gajah Mada (UGM).
“Kenapa harus KPU, karena KPU harus memverifikasi data. Kelemahan utama KPU dia hanya mendasarkan fotocopy yang dilegalisir,” terangnya.
Kemudian kenapa harus mengajukan gugatan ke UGM. Taufiq menilai bahwa UGM membuat sebuah kenaifan.
“Dari sejak saya sekolah SD, SMP, SMA, sampai kuliah dan S3. Ijazah itu bukti seseorang pernah sekolah kuliah, bukti seseorang menyelesaikan sekolahnya. Jadi tidak mungkin ijazah ditahan atau diarsipkan di sekolah. Ijazah itu hanya 1, kalau ijazah ilang diterbitkan SKPI (Surat Keterangan Pengganti Ijazah). Jadi sampai kiamat, tidak mungkin ada namanya ijazah itu 2,” paparnya.
Taufiq menilai jika ijazah SMA Jokowi ada ketidakberesan. Tidak mungkin tidak bahwa ijazah UGM juga ada ketidak beresan.
Perihal pernah ada gugatan serupa, kemudian pernah diputus oleh pengadilan Jakarta Pusat dan ditolak dengan alasan kalah atau menang.
Taufiq justru menantang kepada pengacara manapun. Agar menunjukkan tentang putusan pengadilan yang berbunyi bahwa gugatan itu menang ataupun gugatan itu kalah.
“Gugatan itu bukan sepak bola, ada menang dan kalah. Pengadilan juga bukan tempat untuk berlomba, bukan tempat untuk mencari menang ataupun kalah. Tapi tempat mencari benar maupun salah kita mencari keadilan,” tandasnya. Ando