Dugaan Kasus Pemerasan, Kejatisu Diminta Tetapkan Status 4 Oknum DPRD Medan

1 day ago 8

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh empat oknum Anggota DPRD Kota Medan terhadap pengusaha biliar di Kota Medan hingga kini belum juga ada kepastian hukum dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Mengetahui itu, Praktisi Hukum dari Firma Hukum Adil, Devi Ilhamsah SH angkat bicara, Jumat (21//11).
Menurutnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) Hari Siregar harus mengambil sikap mengingat Kejatisu telah melakukan pemanggilan terhadap empat oknum anggota DPRD Medan berdasarkan surat resmi Kejatisu yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Medan tertanggal 14 Agustus 2025 dalam kaitan kasus dugaan pemerasan tersebut.

“Negara kita menganut azas equality before the law yang artinya, kita semua atau setiap orang sama di mata hukum, jika memang ada unsur pidananya maka prosesnya harus dilanjutkan, jangan dikarenakan terlapor adalah orang yang dianggap penting di Kota Medan sehingga prosesnya berlarut-larut,” tegas pria yang akrab disapa Ilham ini.

Ilham juga menekankan, andai memang dari hasil pemeriksaan kurang bukti, segera SP3 kan (berhentikan), sehingga pelapor mendapatkan kepastian hukum dan dapat menempuh jalur hukum lainnya. “Kalau memang kasus ini sudah memenuhi unsur kelengkapan segera paparkan ke publik agar korban dan masyarakat tidak menunggu,” imbuhnya.

Perlu diketahui, sesuai dengan ketentuan Pasal 12e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang secara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau dengan mengerjakan sesuatu bagi dirinya, dapat dihukum kerena menyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara.
Dengan begitu, konsenterasi Pasal 12e ini telah tepat dijadikan dasar untuk menjerat perbuatan dan tindakan 4 Anggota DPRD Kota Medan tersebut yang merupakan penyelenggara Negara.

“Bahwa sejalan juga dengan ketentuan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 20 Ayat (1), yang secara implisit menjelaskan bahwa 4 Anggota DPRD Kota Medan tersebut merupakan Penyelenggara Negara yang harus bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya,” jelas Ilham.

Ada pun, keempat nama-nama oknum anggota DPRD Kota Medan yang dipanggil oleh Kejati Sumut yakni: Salomo TR Pardede (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi Gerindra), David Roni Sinaga (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi PDIP). Kemudian, Godfried Lubis (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi PSI) dan Eko Aprianta (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Hanura). Pemanggilan itu terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Komisi III itu terhadap beberapa pengusaha biliar di Kota Medan.
Dalam surat menyebutkan bahwa surat pemanggilan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor : Print-351/L.2/Fd.2/07/2025 tanggal 09 Juli 2025.

Surat pemanggilan itu terkait dengan pengaduan sejumlah pengusaha hiburan di Medan yang mengaku menjadi korban pemerasan para anggota dewan itu. Di antaranya pengusaha Biliar Drewshot, Suyarno dan Xana Billiard Andryan yang mengaku korban aksi pemerasan itu.

Menurut Suyarno, awal para anggota DPRD itu datang ke lokasi usahanya untuk mempertanyakan fungsi gedung yang harusnya sebagai gudang tapi ternyata dipakai untuk usaha biliar.

“Jadi ditanya izinnya, kenapa gudang jadi rumah biliar, di mana izinnya?” ungkap Suyarno, Jumat (21/11) kemarin. Salah seorang dari anggota DPRD itu, yakni Salomo Pardede malah mengancam akan menyegel lokasi usaha itu kalau penggunaannya tidak sesuai.

“Agar tidak disegel, mereka minta uang. Salomo menyuruh kami untuk bertransaksi dengan stafnya,” tambah Suyarno.

Setelah bernegosiasi, sempat ada deal bahwa pengusaha biliar itu akan membayar sebesar Rp50 juta. Namun belakangan para anggota DPRD itu masih meminta iuran bulanan sebesar Rp10 juta per bulan.

“Angka ini yang kami tidak sanggup penuhi. Kalau setoran Rp50 juta sudah kami siapkan, tapi kalau setoran bulanan Rp10 juta berat bagi kami. Dari pada rugi, kami pun pasrah saja kalau usaha itu ditutup,” ujar Suyarno.

Meski sempat bersitegang, tapi Suyarno mengaku tetap menyerahkan uang setoran Rp50 juta itu kepada Salomo. Pada 11 Februari 2025, Suyarno mengaku berhungan langsung dengan staf Salomo Pardede untuk memberi Rp50 juta sesuai yang disepakati sebagai upeti. Mereka bertemu di Jalan Pasundan Ujung Simpang Gatot Subroto.

“Ketemu sama staf Salomo dan saya sendiri yang menyerahkan uang itu di dalam mobil CRV putih. Seingat saya mobil itu BK 1998, cuma saya lupa nomor seri belakangnya,” ungkapnya. (azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh empat oknum Anggota DPRD Kota Medan terhadap pengusaha biliar di Kota Medan hingga kini belum juga ada kepastian hukum dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Mengetahui itu, Praktisi Hukum dari Firma Hukum Adil, Devi Ilhamsah SH angkat bicara, Jumat (21//11).
Menurutnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) Hari Siregar harus mengambil sikap mengingat Kejatisu telah melakukan pemanggilan terhadap empat oknum anggota DPRD Medan berdasarkan surat resmi Kejatisu yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Medan tertanggal 14 Agustus 2025 dalam kaitan kasus dugaan pemerasan tersebut.

“Negara kita menganut azas equality before the law yang artinya, kita semua atau setiap orang sama di mata hukum, jika memang ada unsur pidananya maka prosesnya harus dilanjutkan, jangan dikarenakan terlapor adalah orang yang dianggap penting di Kota Medan sehingga prosesnya berlarut-larut,” tegas pria yang akrab disapa Ilham ini.

Ilham juga menekankan, andai memang dari hasil pemeriksaan kurang bukti, segera SP3 kan (berhentikan), sehingga pelapor mendapatkan kepastian hukum dan dapat menempuh jalur hukum lainnya. “Kalau memang kasus ini sudah memenuhi unsur kelengkapan segera paparkan ke publik agar korban dan masyarakat tidak menunggu,” imbuhnya.

Perlu diketahui, sesuai dengan ketentuan Pasal 12e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang secara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau dengan mengerjakan sesuatu bagi dirinya, dapat dihukum kerena menyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara.
Dengan begitu, konsenterasi Pasal 12e ini telah tepat dijadikan dasar untuk menjerat perbuatan dan tindakan 4 Anggota DPRD Kota Medan tersebut yang merupakan penyelenggara Negara.

“Bahwa sejalan juga dengan ketentuan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 20 Ayat (1), yang secara implisit menjelaskan bahwa 4 Anggota DPRD Kota Medan tersebut merupakan Penyelenggara Negara yang harus bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakannya,” jelas Ilham.

Ada pun, keempat nama-nama oknum anggota DPRD Kota Medan yang dipanggil oleh Kejati Sumut yakni: Salomo TR Pardede (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi Gerindra), David Roni Sinaga (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi PDIP). Kemudian, Godfried Lubis (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Fraksi PSI) dan Eko Aprianta (Anggota DPRD Kota Medan Komisi III dari Hanura). Pemanggilan itu terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Komisi III itu terhadap beberapa pengusaha biliar di Kota Medan.
Dalam surat menyebutkan bahwa surat pemanggilan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor : Print-351/L.2/Fd.2/07/2025 tanggal 09 Juli 2025.

Surat pemanggilan itu terkait dengan pengaduan sejumlah pengusaha hiburan di Medan yang mengaku menjadi korban pemerasan para anggota dewan itu. Di antaranya pengusaha Biliar Drewshot, Suyarno dan Xana Billiard Andryan yang mengaku korban aksi pemerasan itu.

Menurut Suyarno, awal para anggota DPRD itu datang ke lokasi usahanya untuk mempertanyakan fungsi gedung yang harusnya sebagai gudang tapi ternyata dipakai untuk usaha biliar.

“Jadi ditanya izinnya, kenapa gudang jadi rumah biliar, di mana izinnya?” ungkap Suyarno, Jumat (21/11) kemarin. Salah seorang dari anggota DPRD itu, yakni Salomo Pardede malah mengancam akan menyegel lokasi usaha itu kalau penggunaannya tidak sesuai.

“Agar tidak disegel, mereka minta uang. Salomo menyuruh kami untuk bertransaksi dengan stafnya,” tambah Suyarno.

Setelah bernegosiasi, sempat ada deal bahwa pengusaha biliar itu akan membayar sebesar Rp50 juta. Namun belakangan para anggota DPRD itu masih meminta iuran bulanan sebesar Rp10 juta per bulan.

“Angka ini yang kami tidak sanggup penuhi. Kalau setoran Rp50 juta sudah kami siapkan, tapi kalau setoran bulanan Rp10 juta berat bagi kami. Dari pada rugi, kami pun pasrah saja kalau usaha itu ditutup,” ujar Suyarno.

Meski sempat bersitegang, tapi Suyarno mengaku tetap menyerahkan uang setoran Rp50 juta itu kepada Salomo. Pada 11 Februari 2025, Suyarno mengaku berhungan langsung dengan staf Salomo Pardede untuk memberi Rp50 juta sesuai yang disepakati sebagai upeti. Mereka bertemu di Jalan Pasundan Ujung Simpang Gatot Subroto.

“Ketemu sama staf Salomo dan saya sendiri yang menyerahkan uang itu di dalam mobil CRV putih. Seingat saya mobil itu BK 1998, cuma saya lupa nomor seri belakangnya,” ungkapnya. (azw)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|