MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) hingga kini belum menentukan status hukum terhadap empat oknum anggota DPRD Kota Medan, pascadiperiksa terkait dugaan tindak pidana pemerasan pengusaha biliar. Keempat anggota DPRD Medan tersebut di antaranya, kemudian David Roni Sinaga, Golfried Lubis, Eko Aprianta dan Salomo TR Pardede.
Pelaksana harian (Plh) Kasipenkum Kejati Sumut, Indra Hasibuan, mengatakan saat ini kasus tersebut masih berproses di Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut.
“Semuanya masih berproses di bidang tindak pidana khusus, percayakan kepada penyelidik, pastinya bekerja profesional dan akan kami infokan perkembangannya,” ujarnya kepada Sumut Pos, Kamis (20/11).
Namun disinggung kemungkinan penatapan tersangka, Indra enggan menanggapi. Nantinya, kata dia, setiap kasus akan dipublikasi secara transparan.
“Sesuai arahan pimpinan humas kejati sumut akan publikasi kegiatan dengan transparan. Lebih lanjut akan kami informasikan,” pungkasnya.
Diketahui dalam kasus itu, Ketua DPRD Medan, Wong Chun Sen, sempat turut dipanggil untuk diperiksa penyidik Kejati Sumut.
Pemanggilan itu tertuang dalam surat resmi Kejati Sumut Nomor B-1084/L.2.5/Fd.2/08/2025 tertanggal 14 Agustus 2025, yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Medan.
Dalam surat itu disebutkan, pemanggilan dilakukan sebagai tindak lanjut penyelidikan dugaan pemerasan yang dilakukan sejumlah anggota DPRD Kota Medan saat melakukan kunjungan kerja terkait masalah perizinan usaha di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Medan.
Sebelumnya, kuasa hukum korban mendesak Kejati Sumut, menetapkan tersangka kasus anggota DPRD Medan yang diduga melakukan tindakan pemerasan terhadap pengusaha billiar.
“Sampai saat ini kasus anggota DPRD Medan diduga melakukan tindakan pemerasan terhadap pengusaha billiar yang ditangani Kejatisu tidak ada progresnya sebab pihak jaksa belum ada menetapkan tersangkanya,” ujar Fauzi, Selasa (11/11).
“Dalam kasus dugaan pemerasan ini saya menilai Kajatisu Harly Siregar tidak memiliki nyali untuk menetapkan tersangka. Padahal sebelumnya anggota DPRD Medan yang dilaporkan itu sudah menjalani pemeriksaan,” ungkapnya.
“Pada kesempatan ini saya menyampaikan bahwa korban butuh kepastian hukum dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan anggota DPRD Medan tersebut. Jangan karena yang melapor masyarakat biasa lalu tidak dapat keadilan serta kepastian hukum,” harapnya.
Menurut Suyarno, awal para anggota DPRD itu datang ke lokasi usahanya untuk mempertanyakan fungsi gedung yang harusnya sebagai gudang tapi ternyata dipakai untuk usaha biliar.
“Jadi ditanya izinnya, kenapa gudang jadi rumah biliar, dimana izinnya?” ungkap Suyarno. Salah seorang dari anggota DPRD itu, yakni Salomo Pardede malah mengancam akan menyegel lokasi usaha itu kalau penggunaannya tidak sesuai.
“Agar tidak disegel, mereka minta uang. Salomo menyuruh kami untuk bertransaksi dengan stafnya,” tambah Suyarno.
Setelah bernegosiasi, sempat ada deal bahwa pengusaha biliar itu akan membayar sebesar Rp50 juta. Namun belakangan para anggota DPRD itu masih meminta iuran bulanan sebesar Rp10 juta per bulan.
“Angka ini yang kami tidak sanggup penuhi. Kalau setoran Rp50 juta sudah kami siapkan, tapi kalau setoran bulanan Rp10 juta berat bagi kami. Dari pada rugi, kami pun pasrah saja kalau usaha itu ditutup,” ujar Suyarno.
Meski sempat bersitegang, tapi Suyarno mengaku tetap menyerahkan uang setoran Rp50 juta itu kepada Salomo. Pada 11 Februari 2025, Suyarno mengaku berhungan langsung dengan staf Salomo Pardede untuk memberi Rp50 juta sesuai yang disepakati sebagai upeti. Mereka bertemu di Jalan Pasundan Ujung Simpang Gatot Subroto.
“Ketemu sama staf Salomo dan saya sendiri yang menyerahkan uang itu di dalam mobil CRV putih. Seingat saya mobil itu BK 1998, cuma saya lupa nomor seri belakangnya. Setelah itu gak ada masalah lagi,” ungkapnya.
Sementara itu Salomo sendiri membatah semua tuduhan Suyarno. Ia menegaskan pemeriksaan yang mereka lakukan di usaha billiar itu resmi dari dewan. Salomo sendiri mengaku kedatangan mereka ke usaha biliar itu juga didampingi aparatur Pemko Medan. Tujuan mereka terkait dengan pengawasan aduan tempat usaha yang beroperasi di bulan puasa.
“Kunjungan itu resmi. Kami membawa perangkat organisasi pemerintah daerah, mulai dari pejabat kecamatan, lurah, Bapeda, dan Satpol PP. Artinya kami sesuai Pokja kami, yang kami sampaikan sesuai yang kami bawa,” katanya. (man/azw)

3 days ago
12

















































