JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA), Dr. Noor Rachmad, SH. MH, menyoroti pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang berlangsung di Komisi III DPR RI.
Ia meminta proses legislasi tersebut harus dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik agar tidak menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana.
“Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa mengakses dan terlibat secara partisipatif,” ujar Noor Rachmad kepada wartawan, Sabtu (29/3/2025).
Sebagaimana diketahui, RUU KUHAP yang tengah dibahas terdiri dari 334 pasal dengan total daftar inventarisasi masalah sebanyak 1.570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan.
Meski demikian, Noor Rachmad menilai bahwa RUU telah mengakomodasi sejumlah perubahan penting, seperti penerapan keadilan restoratif (restorative justice), aturan lebih ketat mengenai upaya paksa dalam penyidikan, serta perlindungan terhadap kelompok rentan.
Namun, ia juga menyoroti beberapa aspek yang perlu dikritisi, di antaranya luasnya kewenangan penyelidikan tanpa adanya lembaga kontrol yang jelas. Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang jika tidak diatur dengan lebih ketat.
“Ini menjadi catatan bagi Komisi III agar lebih akomodatif terhadap saran dan pendapat berbagai kelompok masyarakat atas poin ini,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti penyebutan penyidik kepolisian sebagai “Penyidik Utama” serta ketentuan bahwa penyerahan berkas perkara dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) ke Penuntut Umum harus melalui penyidik Polri.
Mengenai hal itu, ia meminta Komisi III DPR RI mendefinisikan kembali peran penyidik kepolisian dalam RUU KUHAP agar tidak terkesan memberikan dominasi penuh kepada institusi Polri dalam penanganan perkara pidana.
KBPA juga mengingatkan bahwa dalam RUU KUHAP, Kejaksaan harus tetap memiliki peran aktif dalam proses penyidikan, khususnya dalam tindak pidana korupsi. Menurut Noor Rachmad, kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan perkara tipikor harus tetap dipertahankan agar proses pemberantasan korupsi tetap berjalan efektif dan tidak hanya bergantung pada satu lembaga penegak hukum saja.
Dengan adanya berbagai catatan ini, KBPA mendorong agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan dengan penuh kehati-hatian, melibatkan berbagai elemen masyarakat, dan tetap berlandaskan pada prinsip supremasi hukum serta perlindungan hak asasi manusia. Suhamdani