Tak Cuma Masak, Ibu-ibu Ini Turun ke Jalan, Dukung Mahasiswa Tolak Revisi UU TNI

2 days ago 10
Sejumlah Ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas Suara Ibu Indonesia melakukan aksi damai untuk menolak tindakan represif yang dilakukan polisi dan TNI kepada mahasiswa saat demontrasi RUU TNI di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (29/03/2025) | tribunnews

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Perjuangan mahasiswa dalam aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang TNI mendapat dukungan penuh dari para ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas Suara Ibu Indonesia. Dengan penuh kepedulian, mereka turun ke jalan, menyuarakan keresahan dan solidaritas terhadap para mahasiswa yang menghadapi tindakan represif dari aparat.

Koordinator aksi, Sari Oktafiana, mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dan TNI terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Ia menegaskan bahwa tindakan represif tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang tidak bisa dibiarkan.

“Kami resah dan peduli. Kami menolak aksi kekerasan aparat terhadap mahasiswa di Jogja, Jakarta, dan kota-kota lain. Jika kami diam, aksi represif ini akan terus berlanjut,” ujar Sari usai aksi yang digelar di Titik 0 Kilometer Yogyakarta, Sabtu (29/03/2025).

Menurut data yang dikemukakannya, terdapat 136 kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi dan 12 kasus oleh TNI terhadap demonstran. Praktik kekerasan ini, lanjutnya, tidak hanya mengancam kebebasan berpendapat, tetapi juga menunjukkan kemunduran demokrasi serta semakin menyempitkan ruang sipil.

Sebagai seorang ibu dari empat mahasiswa yang turut berdemonstrasi, Sari mengaku khawatir terhadap keselamatan anak-anaknya. “Kami bergerak bukan hanya untuk anak-anak kami, tetapi untuk generasi muda agar bisa menyuarakan pendapat mereka tanpa ketakutan,” imbuhnya.

Dalam aksi tersebut, ibu-ibu peserta demonstrasi juga menyampaikan kritik mereka terhadap revisi UU TNI melalui berbagai tulisan unik di poster, seperti “Kalau TNI duduk di kursi sipil, rakyat duduk di mana?”, “Ibu-ibu sukanya Givenchy, bukan dwi funk sea”, serta “Pilih balik ke barak atau dikutuk jadi batu.”

Sari menegaskan bahwa dwifungsi TNI akan membuka ruang bagi militerisme yang mengancam hak sipil dan berpotensi mengembalikan otoritarianisme. Ia juga menyoroti proses pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara tertutup tanpa ruang diskusi bagi masyarakat.

“Sudah ada fungsinya masing-masing. Jangan sampai TNI melampaui batas yang seharusnya. Ketika DPR tidak mau mendengar aspirasi, kami akan terus bersuara melalui cara lain,” katanya.

Ia pun mengajak ibu-ibu lain untuk lebih melek politik, mengingat kebijakan yang dihasilkan akan berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. “Harga minyak goreng, LPG, inflasi, semuanya ada kaitannya dengan politik. Ibu-ibu harus sadar bahwa politik itu menyangkut kehidupan kita sehari-hari,” tegasnya.

Adapun komunitas Suara Ibu Indonesia menyampaikan lima tuntutan utama dalam aksi ini:

  1. Menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap demonstran mahasiswa.
  2. Menindak tegas aparat yang melakukan tindakan represif dan melanggar HAM.
  3. Membatalkan revisi Undang-Undang TNI dan RUU Polri yang mengancam demokrasi serta kebebasan sipil.
  4. Menjamin ruang demokrasi yang aman bagi generasi muda untuk menyuarakan pendapat mereka.
  5. Mendorong solidaritas kelompok masyarakat sipil agar tidak mudah diadu domba dalam menghadapi otoritarianisme dan tindakan kekerasan oleh negara.

Dengan aksi ini, komunitas Suara Ibu Indonesia berharap dapat memberikan dukungan moral kepada mahasiswa serta memperkuat gerakan demokrasi di Indonesia. 

www.tribunnews.com

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|